Sunday, October 9, 2016

macam-macam puasa sunnah

Puasa memberikan manfaat bagi kesehatan jasmani dan rohani, selain itu kenikmatan dari puasa sangat luar biasa bagi orang-orang yang melaksanakannya.

Selain puasa wajib, ada juga puasa sunnah yang merupakan ibadah tambahan (nafilah), tidak wajib dikerjakan, tetapi jika dikerjakan  akan mendapat pahala dari Allah SWT.

Macam-macam puasa sunnah yang dituntunkan dalam sabda Rasulullah SAW, seperti puasa sunnah Daud, puasa Tasu'a dan Asyura, puasa Arafah, puasa 6 hari di bulan Syawwal, puasa tiga hari di tengah bulan (ayyamul-biidh), puasa hari Senin dan Kamis, serta puasa di bulan Sya'ban.


Puasa Daud

Disebut puasa Daud karena puasa ini awalnya disyariatkan kepada Nabi Daud AS. Puasa Daud dilakukan berselang-seling, sehari berpuasa dan sehari tidak begitulah seterusnya berulang-ulang.

Puasa Daud ini disyariatkan melalui beberapa hadits Rasulullah SAW, diantaranya :

أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلامُ وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ : وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْل وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

Dari Abdullah bin Amru radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Shalat (sunnah) yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat (seperti) Nabi Daud as. Dan puasa (sunnah) yang paling dicintai Allah adalah puasa (seperti) Nabi Daud as. Beliau tidur separuh malam, lalu shalat 1/3-nya dan tidur 1/6-nya lagi. Beliau puasa sehari dan berbuka sehari. (HR. Bukhari)

Selain itu juga ada hadits lainnya yang menegaskan pensyariatan puasa Daud :

صُمْ يَوْمًا وَأَفْطِرْ يَوْمًا فَذَلِكَ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلامُ وَهُوَ أَفْضَل الصِّيَامِ فَقُلْتُ : إِنِّي أُطِيقُ أَفْضَل مِنْ ذَلِكَ . فَقَال النَّبِيُّ لاَ أَفْضَل مِنْ ذَلِكَ


Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Puasalah sehari dan berbukalah sehari. Itu adalah puasanya nabi Daud as dan itu adalah puasa yang paling utama. Aku menjawab, "Aku mampu lebih dari itu". Nabi SAW bersabda, "Tidak ada lagi yang lebih utama dari itu". (HR Bukhari).

Sebagian ulama berpendapat bahwa pada bagian akhir dari hadits ini yang berbunyi : laa afdhala min dzalik, merupakan dasar bahwa bila mengerjakan puasa Daud, maka puasa-puasa sunnah yang lain tidak boleh lagi dikerjakan.

Sebagai ilustrasi, bila hari Senin berpuasa, maka hari Selasa tidak berpuasa. Lalu hari Rabu berpuasa lagi dan hari Kamis tidak berpuasa. Lalu hari Jumat berpuasa dan hari Sabtu tidak puasa. Lalu hari Ahad puasa dan hari Senin tidak berpuasa.

Puasa Tasu’a dan Asyura

Tasu’a berasal dari kata tis’ah [Arab: تسعة] yang artinya sembilan. Pada tanggal 9 Muharram ini kita dianjurkan puasa Tasu'a untuk mengiringi puasa Asyura di tanggal 10 Muharram agar puasa kita tidak menyamai puasa yang dilakukan orang yahudi yaitu pada tanggal 10 Muharram saja.

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan puasa Asyura dan beliau perintahkan para sahabat untuk melakukan puasa di hari itu, ada beberapa sahabat yang melaporkan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya tanggal 10 Muharram itu, hari yang diagungkan orang Yahudi dan Nasrani.”

Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِل إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَال ابْنُ عَبَّاسٍ: فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِل حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Jika datang tahun depan, insyaa Allah kita akan puasa tanggal 9 (Muharram).”
Ibnu Abbas melanjutkan, “Namun belum sampai menjumpai bulan Muharram tahun depan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat.” (HR. Muslim 1916).

Pelajaran dari hadits diatas,

Pertama, tujuan Rasulullah SAW menganjurkan puasa Tasu’a adalah untuk mengiringi puasa hari asyura dan menunjukkan sikap yang berbeda dengan orang yahudi yang hanya melaksanakan puasa di tanggal 10 Muharram saja. Puasa Tasu’a adalah mengiringi puasa asyura, sehingga tidak tepat jika seorang muslim hanya berpuasa tasu’a saja. Tapi harus digabung dengan asyura di tanggal 10 besoknya.

Kedua, Rasulullah SAW belum sempat melaksanakan puasa itu. Namun sudah beliau rencanakan. Sebagian ulama menyebut ibadah semacam ini dengan istilah sunah hammiyah (sunah yang baru dicita-citakan, namun belum terealisasikan sampai beliau meninggal).

Dalam Fatwa Islam (no. 21785) dinyatakan:

قال الشافعي وأصحابه وأحمد وإسحاق وآخرون : يستحب صوم التاسع والعاشر جميعا ; لأن النبي صلى الله عليه وسلم صام العاشر , ونوى صيام التاسع .

Imam As-Syafii dan pengikut madzhabnya, imam Ahmad, Ishaq bin Rahuyah, dan ulama lainnya mengatakan: Dianjurkan puasa di hari kesembilan dan kesepuluh (Muharam) secara berurutan. Karena Rasulullah SAW telah melaksanakan puasa di tanggal 10 dan beliau telah meniatkan puasa tanggal 9 (Muharram).

Keutamaan puasa Asyura bisa menghapus dosa-dosa setahun yang telah lalu. Hal itu didasarkan pada hadits berikut ini :

Dari Abu Qatadah Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwasanya:

وَسُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam ditanya tentang puasa hari ‘Asyura, maka beliau bersabda: “Ia dapat menghapuskan dosa-dosa kecil setahun yang lalu.”(HR. Muslim no. 1162)

Puasa Arafah 

Puasa Arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijjah tepatnya sehari sebelum idul adha. pada hari tersebut jamaah haji melaksanakan ibadah wukuf di padang Arafah.

Rasulullah SAW bersabda:

صَوْمُ يَوْمِ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبَلَةً وَصَوْمُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً

Dari Abi Qatadah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Puasa hari Arafah menghapuskan dosa dua tahun, yaitu tahun sebelumnya dan tahun sesudahnya. Puasa Asyura' menghapuskan dosa tahun sebelumnya. (HR. Jamaah kecuali Bukhari dan Tirmizy)

Sedangkan dalil puasa 8 hari bulan Dzul-hijjah adalah sebagai berikut :

أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ رَسُولُ اللَّهِ  : صِيَامُ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرِ وَثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَالرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ 

Dari Hafshah ra berkata, "Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah SAW: Puasa hari Asyura, Puasa 1-8 zulhijjah, 3 hari tiap bulan dan dua rakaat sebelum fajar". (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i).


Puasa 6 Hari Pada Bulan Syawwal

Puasa  6 hari di bulan syawwal didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang shahih riwayat Imam Muslim.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ فَذَاكَ صِيَامُ الدَّهْرِ

Dari Ayyub Al-Anshari ra, dari Rasulullah SAW bahwa beliau bersabda : “orang yang puasa ramadhan lalu dilanjutkan dengan puasa 6 hari dari bulan Syawwal, maka seperti orang yang berpuasa setahun” (HR. Muslim).

Puasa Ayyamul Biidh

Puasa ayyamul-bidh adalah puasa sunnah pada tanggal 13, 14 dan 15 bulan-bulan hijriyah (qamariyah). Dasarnya adalah dalil berikut ini :

يَا أَبَا ذَرٍّ إذَا صُمْتَ مِنْ الشَّهْرِ ثَلاثَةً فَصُمْ ثَلاثَ عَشَرَةَ وَأَرْبَعَ عَشَرَةَ وَخَمْسَ عَشَرَةَ

Dari Abu Zar Al-Ghifari ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Wahai Aba Dzarr, bila kamu hendak puasa tiga hari dalam sebulan, maka puasalah pada tanggal 13, 14 dan 15". (HR. An-Nasai, At-Tirmizy dan Ibnu Hibban)

Puasa Senin Kamis

Puasa Senin Kamis didasarkan pada hadits Rasulullah SAW, yaitu pada hari Senin dan Kamis diserahkannya amal manusia.

إِنَّ أَعْمَال الْعِبَادِ تُعْرَضُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ

"Sesungguhnya amal manusia itu dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis.” (HR. Abu Daud).

Dan di dalam hadits lain Nabi SAW menyebutkan :

وَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

"Aku suka saat amalku diperlihatkan, Aku sedang dalam keadaan berpuasa. (HR. An-Nasai).

Pada waktu yang lain, beliau juga menjelaskan alasan kenapa berpuasa pada hari Senin.

أَنَّ رَسُول اللَّهِ  سُئِل عَنْ صَوْمِ الاِثْنَيْنِ فَقَال : فِيهِ وُلِدْتُ وَفِيهِ أُنْزِل عَلَيَّ

Rasulullah SAW juga ditanya tentang puasa hari Senin. Beliau menjawab, "Itu hari kelahiranku dan diturunkan wahyu". (HR. Muslim dan Ahmad)

Puasa Bulan Sya’ban

Rasulullah SAW memperbanyak puasa Sunnah di bulan Sya’ban, diriwayatkan oleh Aisyah ra :

مَا رَأَيْتُ رَسُول اللَّهِ  أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ

Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Syaban (HR Muslim).


Sumber:
http://www.fiqihkehidupan.com/bab.php?id=337
https://almanhaj.or.id/2034-hari-asyura-10-muharram-antara-sunnah-dan-bidah.html
https://konsultasisyariah.com/15061-anjuran-puasa-hari-tasua.html



No comments:

Post a Comment